Nasihat Untuk Pemimpin
(Al Balagh Ed.82 /Th.II/Rabiul Awal 1428 H)
(Al Balagh Ed.82 /Th.II/Rabiul Awal 1428 H)
Dalam Islam, nasihat adalah pilar agama yang sangat penting dan penyanggah kebenaran yang paling fundamental.
Dalam hadits ditegaskan, dari Tamim Ad Dary bahwasannya Nabi bersabda : ”Agama adalah Nasihat ”, kami bertanya : Untuk siapa? Beliau bersabda : “Untuk Allah, KitabNya, Rasul-Nya dan para pemimpin kaum muslimin serta seluruh Umat Islam ”.(H.R Muslim dan An-Nasa’i ).
Nasihat terhadap pemimpin adalah masalah yang jarang mendapat penjelasan secara baik sesuai asas hukum al-Qur’an dan as-Sunnah . Sebagian orang terkadang kurang proporsional dan tidak terpuji dalam mengoreksi kekurangan para pemimpin. Bahkan melanggar kaidah-kaidah dasar Islam dalam menegakkan prinsip amar ma’ruf nahi munkar terhadap para pemimpin. Di antara mereka ada yang membuat makar politik sehingga tidak jarang menimbulkan kekacauan, keresahan dan sebagian yang lainnya menempuh cara teror.
Menasihati pemimpin termasuk perkara yang paling diridhai Allah, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “ Sesungguhnya Allah rela terhadap tiga perkara dan benci terhadap tiga perkara; Dia rela apabila kalian menyembah-Nya, berpegang teguh terhadap tali Allah dan menasihati para pemimpin. Dan Allah benci terhadap pembicaraan sia-sia, menghambur-hamburkan harta dan banyak bertanya”.
Imam an-Nawawi berkata : “ Menasihati para pemimpin berarti menolong mereka menjalankan kebenaran, mentaati mereka dalam kebaikan, mengingatkan mereka dengan lemah lembut atas kesalahan yang mereka perbuat, mengingatkan kelalaian mereka atas hak-hak kaum muslimin, tidak memberontak dan membantu menciptakan stabilitas negara”.
Imam Al Khattaby berkata : “ Bahwa termasuk nasihat terhadap pemimpin adalah shalat berjamaah di belakang mereka, jihad bersama mereka, membayar zakat kepada mereka, tidak keluar dari mentaati mereka tatkala terjadi penyelewengan dan kedhaliman, tidak memuji secara dusta dan selalu mendo’akan kebaikan untuk mereka ”. Dan nasihat yang paling penting adalah mendatangi mereka untuk menyampaikan kekurangan dan kebutuhan umat serta menjelaskan kelemahan para pejabat. Khususnya hal-hal yang berdampak negatif bagi umat. Mengingatkan agar takut kepada Allah dan hari akhirat, mengajak mereka untuk berbuat kebaikan dan melarang dari kemungkaran serta mendorong mereka agar hidup sederhana dan wara’.
Penyebab Rusaknya Para Pemimpin
a. Lemahnya Pengamalan Prinsip Agama.
Di antaranya senang mengikuti hawa nafsu dan kesenangan dunia. Kolusi dan nepotisme yang berlebihan, adanya teman dan penasihat kepercayaan yang buruk atau menjadikan orang-orang kafir sebagai pembantu kepercayaan, menyerahkan kekuasaan dan jabatan kepada orang-orang yang berjiwa lemah dan tidak ikhlas, diktator dalam mengendalikan kekuasaan, rela dengan tekanan internasional dalam bersikap, terpengaruh dengan sistem negara kafir dan meninggalkan sistem Islam.
b. Pemimpin yang Adil lagi Bijaksana
Pemimpin yang adil lagi bijaksana artinya selalu mendahulukan kebenaran dan kepentingan umum, sungguh-sungguh dalam menerapkan syariat Islam dan adil lagi bijaksana dalam memberikan hak-hak umat, hidup sederhana dan tidak boros membelanjakan harta negara.
Cara Menasihati Pemimpin
Islam memiliki etika dalam menasihati para pemimpin. Bahkan ada kaidah dasar yang tidak boleh dilecehkan sebab pemimpin tidak sama dengan rakyat. Apabila menasihati kaum muslimin secara umum perlu memakai prinsip dan etika, maka menasihati para pemimpin tentu lebih perlu memperhatikan kaidah dan etikanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Barangsiapa yang ingin menasihati pemimpin, maka jangan lakukan secara terang-terangan. Tetapi nasihatilah dia di tempat yang sepi, jika ia menerima nasihat itu, maka sangat baik. Jika tidak , maka Anda telah menyampaikan kewajiban nasihat kepadanya ”. (H.R Imam Ahmad).
Sangat tidak bijak mengoreksi kekeliruan para pemimpin lewat mimbar atau tempat-tempat umum. Sebab ini bisa menimbulkan banyak fitnah. Seharusnya menasihati para pemimpin dengan cara lembut dan di tempat yang rahasia. Seperti yang dilakukan oleh Usamah bin Zaid saat menasihati Utsman bin ‘Affan bukan dengan cara mencaci-maki mereka di tempat umum atau mimbar.
Imam as-Syafi’i berkata : “ Siapa yang menasihati temannya dengan rahasia maka dia telah menasihati dan menghiasainya, dan siapa yang menasihatinya dengan terang-terangan maka dia telah mempermalukan dan merusaknya ”.
Imam al Fudhail bin ‘Iyadh berkata : “ Orang mukmin menasihati dengan cara rahasia dan orang jahat menasihati dengan cara melecehkan dan memaki-maki ”.
Bersabar Dari Kezhaliman Pemimpin
Siapa yang tidak memiliki kemampuan menasihati pemimpin yang zhalim, maka sebaiknya ia berdiam diri dan bersabar. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Siapa yang mendapatkan dari pemimpin sesuatu yang tidak menyenangkan, maka hendaklah bersabar, sesungguhnya barangsiapa yang keluar dari pemimpin, maka meninggal dalam keadaan jahiliyah”. (HR. Al-Bukhari)
Abdullah Ibnu Abbas berkata : “Pemimpin adalah ujian bagi kalian, apabila mereka bersikap adil, maka dia mendapat pahala dan kamu harus bersyukur dan apabila dia zhalim, maka dia mendapatkan siksa dan kamu harus bersabar”.
Imam Nawawi berkata : “Barangsiapa yang mendiamkan kemungkaran seorang pemimpin, maka ia tidak berdosa kecuali jika dia menunjukkan sikap rela, setuju atau mengikuti kemungkaran tersebut”.
Bekal Dalam Mensehati Pemimpin
Pertama , Ikhlas Memberi Nasihat.
Rasulullah bersabda kepada Abdullah bin Amr : ”Wahai Abdullah bin Amr, jika kamu berperang dengan sabar dan ikhlas, maka Allah akan membangkitkan kamu sebagai orang yang sabar dan ikhlas, dan jika kamu berperang karena riya’, maka Allah akan membangkitkan kamu sebagai orang riya’ dan ingin dipuji”. (HR. Abu Daud)
Imam Ibnu Nuhhas berkata : “Orang yang menasihati pemimpin atau kepala negara hendaknya mendahulukan sikap ikhlas untuk mencari ridha Allah. Barangsiapa yang mendekati pemimpin untuk mencari pengaruh atau jabatan atau pujian maka dia telah berbuat kesalahan yang besar dan melakukan perbutan sia-sia”.
Kedua , Menjauhi Segala Ambisi Pribadi.
Orang yang menasihati pemimpin sebaiknya menaggalkan segala ambisi dan keinginan pribadi untuk mendapatkan sesuatu dari pemimpin. Para ulama salaf banyak memberi contoh dan suri tauladan. Seperti Sufyan at-Tsaury, beliau sering menolak pemberian para penguasa khawatir bila pemberian tersebut menghalanginya untuk mengingkari kemungkaran.
Ketiga, Mendahulukan Sikap Kejujuran dan Keberanian.
Seorang yang ingin menasihati pemimpin atau penguasa hendaknya bersikap jujur dan pemberani. Nabi bersabda : ”Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenar-an kepada pemimpin yang dhalim”. (HR Abu Daud).
Keempat, Berdoa kepada Allah.
Dari Ibnu Abbas bahwa beliau berkata : “Jika kamu mendatangi penguasa yang kejam, maka berdoalah : “Allah Maha Besar, Allah Maha Tinggi seru semua makhluk-Nya, Allah Maha Tinggi dari semua yang saya takutkan dan khawatirkan. Saya berlindung kepada Allah yang tiada sembahan yang haq selain-Nya, Dialah yang menahan langit yang tujuh sehingga tidak jatuh ke bumi dengan izin-Nya dari kejahatan hamba-Mu dan para pengikutnya, bala tentaranya dan para pendukungnya baik dari jin atau manusia. Ya Allah, jadilah Engkau pedampingku dari kejahatan mereka, Maha Tinggi kekuasaan Allah dan Maha Agung serta Maha Berkah Nama-Nya tiada Tuhan selain Engkau – dibaca tiga kali- (H.R Ibnu Abu Syaibah)
Rujukan :
Haqiqatul Amr bil Ma’ruf wa Nahi ‘anil Mungkar, Dr. Hamd bin Nasir Al Ammar. Fikih Nasihat, Fariq Qasim.
Nasihat terhadap pemimpin adalah masalah yang jarang mendapat penjelasan secara baik sesuai asas hukum al-Qur’an dan as-Sunnah . Sebagian orang terkadang kurang proporsional dan tidak terpuji dalam mengoreksi kekurangan para pemimpin. Bahkan melanggar kaidah-kaidah dasar Islam dalam menegakkan prinsip amar ma’ruf nahi munkar terhadap para pemimpin. Di antara mereka ada yang membuat makar politik sehingga tidak jarang menimbulkan kekacauan, keresahan dan sebagian yang lainnya menempuh cara teror.
Menasihati pemimpin termasuk perkara yang paling diridhai Allah, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “ Sesungguhnya Allah rela terhadap tiga perkara dan benci terhadap tiga perkara; Dia rela apabila kalian menyembah-Nya, berpegang teguh terhadap tali Allah dan menasihati para pemimpin. Dan Allah benci terhadap pembicaraan sia-sia, menghambur-hamburkan harta dan banyak bertanya”.
Imam an-Nawawi berkata : “ Menasihati para pemimpin berarti menolong mereka menjalankan kebenaran, mentaati mereka dalam kebaikan, mengingatkan mereka dengan lemah lembut atas kesalahan yang mereka perbuat, mengingatkan kelalaian mereka atas hak-hak kaum muslimin, tidak memberontak dan membantu menciptakan stabilitas negara”.
Imam Al Khattaby berkata : “ Bahwa termasuk nasihat terhadap pemimpin adalah shalat berjamaah di belakang mereka, jihad bersama mereka, membayar zakat kepada mereka, tidak keluar dari mentaati mereka tatkala terjadi penyelewengan dan kedhaliman, tidak memuji secara dusta dan selalu mendo’akan kebaikan untuk mereka ”. Dan nasihat yang paling penting adalah mendatangi mereka untuk menyampaikan kekurangan dan kebutuhan umat serta menjelaskan kelemahan para pejabat. Khususnya hal-hal yang berdampak negatif bagi umat. Mengingatkan agar takut kepada Allah dan hari akhirat, mengajak mereka untuk berbuat kebaikan dan melarang dari kemungkaran serta mendorong mereka agar hidup sederhana dan wara’.
Penyebab Rusaknya Para Pemimpin
a. Lemahnya Pengamalan Prinsip Agama.
Di antaranya senang mengikuti hawa nafsu dan kesenangan dunia. Kolusi dan nepotisme yang berlebihan, adanya teman dan penasihat kepercayaan yang buruk atau menjadikan orang-orang kafir sebagai pembantu kepercayaan, menyerahkan kekuasaan dan jabatan kepada orang-orang yang berjiwa lemah dan tidak ikhlas, diktator dalam mengendalikan kekuasaan, rela dengan tekanan internasional dalam bersikap, terpengaruh dengan sistem negara kafir dan meninggalkan sistem Islam.
b. Pemimpin yang Adil lagi Bijaksana
Pemimpin yang adil lagi bijaksana artinya selalu mendahulukan kebenaran dan kepentingan umum, sungguh-sungguh dalam menerapkan syariat Islam dan adil lagi bijaksana dalam memberikan hak-hak umat, hidup sederhana dan tidak boros membelanjakan harta negara.
Cara Menasihati Pemimpin
Islam memiliki etika dalam menasihati para pemimpin. Bahkan ada kaidah dasar yang tidak boleh dilecehkan sebab pemimpin tidak sama dengan rakyat. Apabila menasihati kaum muslimin secara umum perlu memakai prinsip dan etika, maka menasihati para pemimpin tentu lebih perlu memperhatikan kaidah dan etikanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Barangsiapa yang ingin menasihati pemimpin, maka jangan lakukan secara terang-terangan. Tetapi nasihatilah dia di tempat yang sepi, jika ia menerima nasihat itu, maka sangat baik. Jika tidak , maka Anda telah menyampaikan kewajiban nasihat kepadanya ”. (H.R Imam Ahmad).
Sangat tidak bijak mengoreksi kekeliruan para pemimpin lewat mimbar atau tempat-tempat umum. Sebab ini bisa menimbulkan banyak fitnah. Seharusnya menasihati para pemimpin dengan cara lembut dan di tempat yang rahasia. Seperti yang dilakukan oleh Usamah bin Zaid saat menasihati Utsman bin ‘Affan bukan dengan cara mencaci-maki mereka di tempat umum atau mimbar.
Imam as-Syafi’i berkata : “ Siapa yang menasihati temannya dengan rahasia maka dia telah menasihati dan menghiasainya, dan siapa yang menasihatinya dengan terang-terangan maka dia telah mempermalukan dan merusaknya ”.
Imam al Fudhail bin ‘Iyadh berkata : “ Orang mukmin menasihati dengan cara rahasia dan orang jahat menasihati dengan cara melecehkan dan memaki-maki ”.
Bersabar Dari Kezhaliman Pemimpin
Siapa yang tidak memiliki kemampuan menasihati pemimpin yang zhalim, maka sebaiknya ia berdiam diri dan bersabar. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Siapa yang mendapatkan dari pemimpin sesuatu yang tidak menyenangkan, maka hendaklah bersabar, sesungguhnya barangsiapa yang keluar dari pemimpin, maka meninggal dalam keadaan jahiliyah”. (HR. Al-Bukhari)
Abdullah Ibnu Abbas berkata : “Pemimpin adalah ujian bagi kalian, apabila mereka bersikap adil, maka dia mendapat pahala dan kamu harus bersyukur dan apabila dia zhalim, maka dia mendapatkan siksa dan kamu harus bersabar”.
Imam Nawawi berkata : “Barangsiapa yang mendiamkan kemungkaran seorang pemimpin, maka ia tidak berdosa kecuali jika dia menunjukkan sikap rela, setuju atau mengikuti kemungkaran tersebut”.
Bekal Dalam Mensehati Pemimpin
Pertama , Ikhlas Memberi Nasihat.
Rasulullah bersabda kepada Abdullah bin Amr : ”Wahai Abdullah bin Amr, jika kamu berperang dengan sabar dan ikhlas, maka Allah akan membangkitkan kamu sebagai orang yang sabar dan ikhlas, dan jika kamu berperang karena riya’, maka Allah akan membangkitkan kamu sebagai orang riya’ dan ingin dipuji”. (HR. Abu Daud)
Imam Ibnu Nuhhas berkata : “Orang yang menasihati pemimpin atau kepala negara hendaknya mendahulukan sikap ikhlas untuk mencari ridha Allah. Barangsiapa yang mendekati pemimpin untuk mencari pengaruh atau jabatan atau pujian maka dia telah berbuat kesalahan yang besar dan melakukan perbutan sia-sia”.
Kedua , Menjauhi Segala Ambisi Pribadi.
Orang yang menasihati pemimpin sebaiknya menaggalkan segala ambisi dan keinginan pribadi untuk mendapatkan sesuatu dari pemimpin. Para ulama salaf banyak memberi contoh dan suri tauladan. Seperti Sufyan at-Tsaury, beliau sering menolak pemberian para penguasa khawatir bila pemberian tersebut menghalanginya untuk mengingkari kemungkaran.
Ketiga, Mendahulukan Sikap Kejujuran dan Keberanian.
Seorang yang ingin menasihati pemimpin atau penguasa hendaknya bersikap jujur dan pemberani. Nabi bersabda : ”Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenar-an kepada pemimpin yang dhalim”. (HR Abu Daud).
Keempat, Berdoa kepada Allah.
Dari Ibnu Abbas bahwa beliau berkata : “Jika kamu mendatangi penguasa yang kejam, maka berdoalah : “Allah Maha Besar, Allah Maha Tinggi seru semua makhluk-Nya, Allah Maha Tinggi dari semua yang saya takutkan dan khawatirkan. Saya berlindung kepada Allah yang tiada sembahan yang haq selain-Nya, Dialah yang menahan langit yang tujuh sehingga tidak jatuh ke bumi dengan izin-Nya dari kejahatan hamba-Mu dan para pengikutnya, bala tentaranya dan para pendukungnya baik dari jin atau manusia. Ya Allah, jadilah Engkau pedampingku dari kejahatan mereka, Maha Tinggi kekuasaan Allah dan Maha Agung serta Maha Berkah Nama-Nya tiada Tuhan selain Engkau – dibaca tiga kali- (H.R Ibnu Abu Syaibah)
Rujukan :
Haqiqatul Amr bil Ma’ruf wa Nahi ‘anil Mungkar, Dr. Hamd bin Nasir Al Ammar. Fikih Nasihat, Fariq Qasim.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan